Pembelajaran Berdiferensiasi Oleh: Yustinus Mado

       Dalam mengimplenentasi Kurikulum Merdeka, peserta didik sangat diutamakan. Peserta didik menjadi subjek utama dalam proses pembelajaran. Peserta didik diberikan kebebasan untuk mengatur dan merencanakan pembelajaran sesuai dengan minat dan bakatnya. Peserta didik memiliki peran aktif dalam menentukan tujuan pembelajaran dan memilih metode dan sumber belajar yang sesuai. Dengan demikian, kurikulum merdeka memberi ruang bagi peserta didik untuk mengembangkan potensi dan meningkatkan keterampilan secara mandiri dalam belajar. Dengan itu paradigma guru dalam melakukan intervensi melalui proses pembelajaran harus diselaraskan dengan tuntutan ini. Maka belakangan ini, guru-guru seantero nusantara diperkenalkan pembelajaran berdiferensiasi.

       Secara etimologis (asal istilah) dari pembelajaran diferensiasi (differentiated learning) itu berasal dari kata different (berbeda) dan learning (pembelajaran). Pembelajaran diartikan sebagai proses peserta didik belajar dengan  fasiltator atau guru  untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan sebelumnya. Guru menfasilitasi peserta didik untuk melakukan aktivitas belajar dalam rangka meningkatkan dirinya dalam hal kemampuan melalui komponen pembelajaran.. Kata different adalah makna berbeda, maksudnya perbedaan yang mengandung keanekaragaman. Jadi, pembelajaran diferesiasi dapat dimaknai sebagai proses belajar dari seorang peserta didik yang difasilitasi guru dengan cara berbeda dalam implementasi komponen-komponen pembelajaran. Perbedaan tersebut tampak dalam tujuan dan target belajar, penentuan materi, cara belajar, media dan alat bantu belajar, dan standar ketercapaian hasil belajar. Keberagaman adalah sebuah keniscayaan yang akan selalu kita temukan di proses belajar di sekolah, di samping uniform terhadap nilai budaya yang menjadi tujuan pembentukan kepribadian peserta didik, Mumpuniarti (2023, 3)

       Jadi dalam pembelajaran berdiferensiasi ada 3 aspek yang bisa dibedakan       oleh guru agar peserta didiknya dapat mengerti bahan pelajaran yang dipelajari peserta didik yaitu aspek konten yang mau diajarkan, aspek proses atau kegiatan-kegiatan bermakna yang akan dilakukan oleh peserta didik di kelas, dan aspek ketiga adalah asesmen berupa pembuatan produk yang dilakukan di bagian akhir yang dapat mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran. Pembelajaran berdiferensiasi berbeda dengan pembelajaran individual seperti yang dipakai untuk mengajar anak-anak berkebutuhan khusus. Dalam pembelajaran berdiferensiasi guru tidak menghadapi peserta didik secara khusus satu persatu agar ia mengerti apa yang diajarkan. Peserta didik dapat berada di kelompok besar, kecil atau secara mandiri dalam belajar, Heny Kristiani dkk (2021, 18)

       Beberapa teori belajar yang dapat menjelaskan proses belajar peserta didik dalam pelaksanaan pembelajaran berdefirensiasi, ada beberapa ahli yang telah memberikan kontribusi pemikiran dan sudah teruji, di antaranya adalah:

1. Carol Ann Tomlinson: Salah satu pakar terkemuka dalam bidang diferensiasi pembelajaran. Ia mengembangkan model diferensiasi pembelajaran yang meliputi pengajaran yang responsif dan adaptif terhadap kebutuhan individu.

2. Howard Gardner: Melalui teorinya tentang kecerdasan majemuk, Gardner berargumen bahwa setiap individu memiliki kecerdasan yang berbeda-beda. Dalam konteks pembelajaran berdefirensiasi, pendekatan ini menekankan pentingnya menyajikan materi dengan beragam cara untuk memfasilitasi keberhasilan belajar setiap individu.

3. Lev Vygotsky: Mengemukakan teori ZPD (Zona Pembangunan Proksimal) yang berfokus pada modifikasi dan penguatan pembelajaran sesuai dengan tingkat kemampuan dan potensi perkembangan peserta didik.

       Dalam pembelajaran diferensiasi, penting untuk memetakan minat dan gaya belajar murid agar dapat menyusun strategi yang efektif dan sesuai dengan kebutuhan individu dari peserta didik. Ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk memetakan minat dan gaya belajar murid secara efektif. Berikut adalah beberapa pendekatan yang dapat dipertimbangkan:

1.      Observasi

Observasi langsung terhadap peserta didik yang dapat memberikan gambaran yang baik tentang minat dan gaya belajar. Melalui observasi di kelas, pendidik dapat melihat apakah apakah lebih suka belajar secara visual, auditori, atau kinestetik. Pendidik juga dapat mengamati minat peserta didik ketika berpartisipasi dalam proyek atau kegiatan khusus.

2.      Kuesioner

Memberikan kuesioner kepada peserta didik yang  dapat membantu dalam memetakan minat dan gaya belajar.  Kuesioner dapat mencakup pertanyaan tentang preferensi belajar peserta didik, jenis materi yang  disukai, dan cara yang paling sukai dalam belajar.

3.      Wawancara individu

Melakukan wawancara individu dengan peserta didik yang dapat memberikan wawasan yang mendalam tentang minat dan gaya belajar. Dalam wawancara ini, pendidik dapat bertanya langsung kepada peserta didik mengenai minat dan preferensi belajar,  serta mendengarkan masukan dan harapan  peserta didik itu sendiri.

4.      Portofolio dan tugas kreatif

Menggunakan portofolio dan tugas kreatif dapat memungkinkan peserta didik menunjukkan minat dan gaya belajar. Dengan memberikan tugas yang beragam dan mendorong peserta didik  untuk mengeksplorasi minat, pendidik dapat mengamati dan memetakan minat dan gaya belajar peserta didik.

5.     Kolaborasi dengan peserta didik dan rekan sebaya

Melibatkan peserta didik dalam proses pemetaan minat dan gaya belajar mereka dapat memberikan perspektif yang berharga. Mendengarkan peserta didik dan berkolaborasi dengan mereka serta rekan sebayanya dapat membantu dalam memahami minat dan preferensi/selera belajar.

       Cara pandang akan persamaan dan perbedaan peserta didik yang oleh Tomlinson menilai dan memberi keyakinan bahwa perbedaan dan kesamaan dari peserta didik bisa menjadi potensi bagi keberhasilan peserta didik. Potensi tersebut akan bisa teridentifikasi dan terasah saat terbentuk iklim pembelajaran yang menghargai, memberi makna, mengembangkan, dan mendukung tercapainya keberhasilan yang sesuai dengan potensi peserta didik. Desain pembelajaran berdiferensiasi disusun dengan menemukan kebutuhan individual masing-masing siswa untuk dipenuhi. Beberapa kebutuhan individual peserta didik dalam konteks pembelajaran yang menjadi dasar desain pembelajaran berdiferensiasi meliputi: kesiapan belajar dan minat atau ketertarikan.

1.     Kesiapan belajar

       Kesiapan belajar merupakan tingkat pengetahuan dan keterampilan siswa yang mendasari konten pembelajaran yang akan diberikan. Sebagai contoh, apabila peserta fidik  akan diberi materi pembelajaran matematika perkalian, maka peserta didik  perlu menguasai materi penjumlahan agar siap dengan materi perkalian. Kesiapan belajar bervariasi pada setiap peserta didik dan pada area materinya. Kesiapan belajar peserta didik dipengaruhi oleh pengetahuan dasar yang sudah dikuasai, pengalaman yang sudah didapatkan, dan pembelajaran atau hasil belajar sebelumnya. Guru bisa mengetahui level kesiapan belajar peserta didik  di kelas dengan cara: menelaah hasil tes formal ataupun informal; melihat catatan akademik peserta didik dari waktu ke waktu, menelaah tugas peserta didik  serta mengembangkan instrumen self-report untuk  diisi oleh peserta didik.

2. Ketertarikan
        Ketertarikan (interest) peserta didik yakni materi-materi, keterampilan atau aktivitas di mana peserta didik ingin tahu lebih banyak tentangnya atau yang menginspirasinya. Guru bisa menemukan ketertarikan peserta didik melalui pengamatan seberapa besar peserta didiknya ingin mencari tahu materi tersebut misalnya saat mereka banyak bertanya secara berkualitas; ketahanan belajar sendiri; dan sebagainya. Selain itu bisa juga dengan melihat apakah peserta didik terlibat secara mendalam   menggeluti keterampilan atau aktivitas. Guru juga bisa langsung berdiskusi dengan peserta didik mengenai minat/ ketertarikannya; menyiapkan inventory yang bisa diisi peserta didik; menulis  jurnal yang mencatat ketertarikan peserta didik; dan menggali informasi melalui kegiatan selingan (ice breaker) di kelas atau di kegiatan lain. Contohnya guru dapat mengajak seluruh peserta didik untuk menyampaikan keinginan dalam  mempelajari  jenis-jenis  daun. Peserta didik  diberi  kebebasan  untuk menyampaikan keinginan, ada yang ingin membaca buku ensiklopedia di perpustakaan, ada yang ingin melihat langsung di halaman sekolah, ada yang ingin mencari video dari internet di laboratorium komputer. Pada kegiatan ini, guru bergegas mencatat nama peserta didik dan keinginannya sebagai pemetaan minat.
       Dengan melewati tes diagnostik ini, guru dapat memetakan peserta didik sesuai gaya belajar dari masing-masing peserta didik.  Ada yang gaya belajar visual, ada yang auditori dan ada yang kinestik. Jika ada pesrta didik memiliki dua atau lebih gaya belajar pada satu mata pelajaran atau tema maka diusahkan supaya menempatkan yang lebih dominan. Dengan itu berarti gaya belajar dari seorang peserta didik pada satu mata pelajaran atau tema belum tentu sama dengan pada mata pelajaran atau tema lain. Dengan adanya data awal ini, guru melakukan pemetaan peserta didik sesuai gaya dan minat belajar dan menpersiapkan atau merencanakan dalam rencana pembelajaran atau modul pembelajaran serta pelaksanaan pembelajaran diferensiasi pada konten, proses, asesmen dan produknya.

Referensi

1.      Heny Kristiani, dkk, Model Pengembangan Pembelajaran Berdiferensiasi, Puskurber BSKAP, Kemdikbud, 2021

2.      Mupuniarti, dkk, Diferensiasi Pembelajaran (Pengelolaan Pembelajaran untuk Siswa yang Beragam), Uny Press, Yogyakarta, 2023

3.      Utami, I,  Teori Konstruktivisme dan Teori Sosiokultural: Aplikasi dalam pengajaran bahasa Inggris, PRASI. Vol 11, No:01/ Januari-Juni 2016


 


 

 

 

0 Komentar