Dalam mengimplenentasi Kurikulum Merdeka, peserta didik sangat diutamakan. Peserta didik menjadi subjek utama dalam proses pembelajaran. Peserta didik diberikan kebebasan untuk mengatur dan merencanakan pembelajaran sesuai dengan minat dan bakatnya. Peserta didik memiliki peran aktif dalam menentukan tujuan pembelajaran dan memilih metode dan sumber belajar yang sesuai. Dengan demikian, kurikulum merdeka memberi ruang bagi peserta didik untuk mengembangkan potensi dan meningkatkan keterampilan secara mandiri dalam belajar. Dengan itu paradigma guru dalam melakukan intervensi melalui proses pembelajaran harus diselaraskan dengan tuntutan ini. Maka belakangan ini, guru-guru seantero nusantara diperkenalkan pembelajaran berdiferensiasi.
Secara etimologis (asal istilah) dari pembelajaran diferensiasi (differentiated learning) itu berasal dari kata different (berbeda) dan learning (pembelajaran). Pembelajaran diartikan sebagai proses peserta didik belajar dengan fasiltator atau guru untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan sebelumnya. Guru menfasilitasi peserta didik untuk melakukan aktivitas belajar dalam rangka meningkatkan dirinya dalam hal kemampuan melalui komponen pembelajaran.. Kata different adalah makna berbeda, maksudnya perbedaan yang mengandung keanekaragaman. Jadi, pembelajaran diferesiasi dapat dimaknai sebagai proses belajar dari seorang peserta didik yang difasilitasi guru dengan cara berbeda dalam implementasi komponen-komponen pembelajaran. Perbedaan tersebut tampak dalam tujuan dan target belajar, penentuan materi, cara belajar, media dan alat bantu belajar, dan standar ketercapaian hasil belajar. Keberagaman adalah sebuah keniscayaan yang akan selalu kita temukan di proses belajar di sekolah, di samping uniform terhadap nilai budaya yang menjadi tujuan pembentukan kepribadian peserta didik, Mumpuniarti (2023, 3)
Jadi dalam pembelajaran berdiferensiasi ada 3 aspek yang bisa dibedakan oleh guru agar peserta didiknya dapat mengerti bahan pelajaran yang dipelajari peserta didik yaitu aspek konten yang mau diajarkan, aspek proses atau kegiatan-kegiatan bermakna yang akan dilakukan oleh peserta didik di kelas, dan aspek ketiga adalah asesmen berupa pembuatan produk yang dilakukan di bagian akhir yang dapat mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran. Pembelajaran berdiferensiasi berbeda dengan pembelajaran individual seperti yang dipakai untuk mengajar anak-anak berkebutuhan khusus. Dalam pembelajaran berdiferensiasi guru tidak menghadapi peserta didik secara khusus satu persatu agar ia mengerti apa yang diajarkan. Peserta didik dapat berada di kelompok besar, kecil atau secara mandiri dalam belajar, Heny Kristiani dkk (2021, 18)
Beberapa teori belajar yang dapat menjelaskan proses belajar peserta didik dalam pelaksanaan pembelajaran
berdefirensiasi, ada beberapa ahli yang telah memberikan kontribusi pemikiran dan sudah teruji, di
antaranya adalah:
1.
Carol Ann Tomlinson: Salah satu pakar terkemuka dalam bidang diferensiasi
pembelajaran. Ia mengembangkan model diferensiasi pembelajaran yang meliputi
pengajaran yang responsif dan adaptif terhadap kebutuhan individu.
2.
Howard Gardner: Melalui teorinya tentang kecerdasan majemuk, Gardner berargumen
bahwa setiap individu memiliki kecerdasan yang berbeda-beda. Dalam konteks
pembelajaran berdefirensiasi, pendekatan ini menekankan pentingnya menyajikan
materi dengan beragam cara untuk memfasilitasi keberhasilan belajar setiap
individu.
3.
Lev Vygotsky: Mengemukakan teori ZPD (Zona Pembangunan Proksimal) yang berfokus
pada modifikasi dan penguatan pembelajaran sesuai dengan tingkat kemampuan dan
potensi perkembangan peserta didik.
Dalam pembelajaran diferensiasi, penting
untuk memetakan minat dan gaya belajar murid agar dapat menyusun strategi yang
efektif dan sesuai dengan kebutuhan individu dari peserta didik. Ada beberapa pendekatan
yang dapat digunakan untuk memetakan minat dan gaya belajar murid secara
efektif. Berikut adalah beberapa pendekatan yang dapat dipertimbangkan:
1.
Observasi
Observasi
langsung terhadap peserta didik yang dapat memberikan gambaran yang baik
tentang minat dan gaya belajar. Melalui observasi di kelas, pendidik dapat
melihat apakah apakah lebih suka belajar secara visual, auditori, atau
kinestetik. Pendidik juga dapat mengamati minat peserta didik ketika
berpartisipasi dalam proyek atau kegiatan khusus.
2.
Kuesioner
Memberikan
kuesioner kepada peserta didik yang dapat membantu dalam memetakan minat dan gaya belajar.
Kuesioner dapat mencakup pertanyaan
tentang preferensi belajar peserta didik, jenis materi yang disukai, dan cara yang paling sukai dalam
belajar.
3.
Wawancara individu
Melakukan
wawancara individu dengan peserta didik yang dapat memberikan wawasan yang
mendalam tentang minat dan gaya belajar. Dalam wawancara ini, pendidik dapat
bertanya langsung kepada peserta didik mengenai minat dan preferensi belajar, serta mendengarkan masukan dan harapan peserta didik itu sendiri.
4.
Portofolio dan tugas kreatif
Menggunakan
portofolio dan tugas kreatif dapat memungkinkan peserta didik menunjukkan minat
dan gaya belajar. Dengan memberikan tugas yang beragam dan mendorong peserta
didik untuk mengeksplorasi minat, pendidik
dapat mengamati dan memetakan minat dan gaya belajar peserta didik.
5. Kolaborasi dengan peserta didik dan rekan sebaya
Melibatkan
peserta didik dalam proses pemetaan minat dan gaya belajar mereka dapat
memberikan perspektif yang berharga. Mendengarkan peserta didik dan berkolaborasi
dengan mereka serta rekan sebayanya dapat membantu dalam memahami minat dan
preferensi/selera belajar.
Cara pandang akan persamaan dan perbedaan peserta
didik yang oleh Tomlinson menilai
dan memberi keyakinan bahwa perbedaan dan kesamaan dari peserta didik bisa menjadi potensi bagi keberhasilan peserta didik. Potensi tersebut akan
bisa teridentifikasi dan terasah saat terbentuk iklim pembelajaran yang menghargai, memberi makna,
mengembangkan, dan mendukung tercapainya
keberhasilan yang sesuai dengan potensi peserta didik. Desain
pembelajaran berdiferensiasi disusun dengan menemukan kebutuhan individual masing-masing siswa untuk dipenuhi. Beberapa kebutuhan individual peserta didik
dalam konteks pembelajaran yang menjadi
dasar desain pembelajaran berdiferensiasi meliputi: kesiapan belajar dan minat atau ketertarikan.
1.
Kesiapan belajar
Kesiapan belajar merupakan tingkat pengetahuan dan keterampilan siswa yang mendasari konten pembelajaran yang akan diberikan. Sebagai contoh, apabila peserta fidik akan diberi materi pembelajaran matematika perkalian, maka peserta didik perlu menguasai materi penjumlahan agar siap dengan materi perkalian. Kesiapan belajar bervariasi pada setiap peserta didik dan pada area materinya. Kesiapan belajar peserta didik dipengaruhi oleh pengetahuan dasar yang sudah dikuasai, pengalaman yang sudah didapatkan, dan pembelajaran atau hasil belajar sebelumnya. Guru bisa mengetahui level kesiapan belajar peserta didik di kelas dengan cara: menelaah hasil tes formal ataupun informal; melihat catatan akademik peserta didik dari waktu ke waktu, menelaah tugas peserta didik serta mengembangkan instrumen self-report untuk diisi oleh peserta didik.
2. Ketertarikan
Referensi
1.
Heny
Kristiani, dkk, Model Pengembangan Pembelajaran Berdiferensiasi, Puskurber
BSKAP, Kemdikbud, 2021
2.
Mupuniarti,
dkk, Diferensiasi Pembelajaran (Pengelolaan Pembelajaran untuk Siswa yang
Beragam), Uny Press, Yogyakarta, 2023
3. Utami, I, Teori Konstruktivisme dan Teori Sosiokultural: Aplikasi dalam pengajaran bahasa Inggris, PRASI. Vol 11, No:01/ Januari-Juni 2016
0 Komentar